REFRENSI
Genetika tumbuhan
merupakan cabang ilmu penting dalam memahami bidang ilmu Pemuliaan
Tanaman (Plant Breeding). Fondasi utama untuk memahami ilmu genetika
tumbuhan secara khusus dan pemuliaan tanaman secara umum belum lepas
dari hasil penelitian klasik Gregor Mendel. Sekalipun ilmu pengetahuan
ilmiah tentang pewarisan sifat dewasa ini telah lebih maju dibandingkan
zaman Mendel, formulasi genetik pewarisan sifat hingga hari ini masih
didasarkan pada teori Mendel.
Oleh karena itu jangan heran jika membuka text books
atau buku-buku populer tentang ilmu genetika tumbuhan atau ilmu
genetika umum kita akan mengenal nama Gregor Mendel. Beliau adalah ahli
genetika pertama yang mengemukakan teori pewarisan sifat. Teorinya ini
kemudian dikenal dengan istilah Hukum mendel.
Sejarah Awal Genetika Tumbuhan
Pertama kali Mendel melakukan percobaan dengan menyilangkan tanaman ercis (Pisum sativum).
Percobaan ini merupakan tonggak awal perkembangan ilmu genetika
tumbuhan. Mengapa tanaman ini dipilih? Tanaman ercis dipilih dalam
mempelajari sistem pewarisan sifat karena tanaman ini memiliki dua
kriteria penting penting yaitu:
Pertama,
menurut Mendel, pada tanaman ercis terdapat beberapa ciri yang
diwariskan secara berulang-ulang dari induk tanaman tersebut kepada
generasi keturunannya. Ciri-ciri tersebut diantaranya yaitu, bentuk
biji. Tanaman ercis memiliki dua tipe biji yaitu ada yang berbentuk
bulat dan ada yang kisut. Ciri ini dipilih karena mudah ditemukan dan
dapat digunakan sebagai penanda yang efektif untuk mengetahui pewarisan
sifat tanaman dalam sistem persilangan tanaman yang masih dalam satu
garis keturunan.
Kedua,
bunga tanaman ercis dilengkapi dengan pelindung atau mudah dilindungi.
Adanya pelindung pada bunga ercis ini sangat bermanfaat untuk mencegah
terjadinya pembuahan oleh serbuk sari asing yang tidak dikehendaki.
Sehingga, warisan sifat yang dihasilkan pada suatu persilangan yang kita
lakukan dapat terdeteksi dari penotif yang muncul pada keturunan.
Apa
tujuan dari percobaan Mendel ini? Percobaan ini bertujuan untuk membuat
pedoman terjadinya variasi pada pewarisan karakter atau sifat-sifat
keturunan dari generasi ke generasi. Karakter yang dimaksud pada
percobaan pertama Mendel ini diantaranya yaitu: panjang batang, warna
bunga, letak bunga pada bagian tumbuhan, warna dan bentuk polong serta
bentuk dan ukuran biji.
Dalam
percobaannya ini, mula-mula Mendel mengumpulkan induk ercis murni
masing-masing karakter. Induk-induk itu dikumpulkan dengan cara memilah
tanaman yang memiliki karakter tertentu pada setiap generasi, sampai
tidak ditemukan lagi variasi karakter pada generasi berikutnya. Hasil
seleksi ini kemudian dikenal dengan istilah induk galur murni.
Setelah
menemukan galur murni dari penelitian tersebut, Mendel menyilangkan
galur murni tersebut dengan induk tanaman murni lain yang memiliki sifat
berbeda. Persilangan tanaman induk ini kemudian akan merupakan cikal
bakal lahirnya generasi bastar pertama. Biji-biji dari generasi bastar
ini kemudian ditanam kembali. Tanaman yang tumbuh ini disebut dengan
generasi bastar pertama yang disimbolkan dengan F1. Sementara biji yang
dipanen dari tanaman F1 merupakan cikal bakal dari generasi F2. Oleh karena itu dalam genetika tumbuhan, kita mengenal beberapa simbol genetik yang sangat populer, yaitu:
P merupakan lambang dari parental (tanaman induk)
F1 merupakan lambang dari generasi pertama (keturunan P)
F2 merupakan lambang dari generasi kedua (keturunan F1)
Dan seterusnya
Genetika Tumbuhan - Hukum Mendel
Dalam
ilmu genetika tumbuhan, kita mengenal Hukum mendel, yang tidak lain
merupakan sintesis dari hasil penelitian atau percobaannya yang telah
kita bahas di atas. Melalui serangkaian percobaan yang dilakukannya,
Mendel menyimpulkan dalam dua hukum yang kemudian dikenal dengan ‘Hukum
mendel I' dan 'Hukum Mendel II'.
a. Hukum Mendel I (segregasi Monohibrida)
Pada
percobaan pendahuluan atau seleksi awal galur murni, Mendel menemukan 7
karakter ercis. Dia memberikan istilah ‘dominan’ pada sifat atau
karakter yang muncul pada generasi F1. Karakter ini kemudian
dilambangkan dengan hurup kapital. Sementara sifat yang tidak muncul
pada generasi F1, namun muncul pada generasi F2 diberi istilah ‘resesif’
yang dilambangkan dengan huruf kecil.
Mendel
kemudian melakukan persilangan pada F1 (F1 x F1). Hasil dari
persilangan tersebut ternyata menunjukkan pola distribusi 3 dominan dan 1
resesif pada generasi F2 atau dikenal dengan notasi 3:1. Mendel
kemudian melanjutkan penelitian pada generasi F3 dengan cara
mengevaluasi setiap karakter tumbuhan F2-nya. Ternyata, dari hasil
penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
• Persilangan antara F2 resesif akan menghasilkan individu atau keturunan F3 yang 100% resesif juga.
•
Sementara, persilangan antara F2 dominan menghasilkan keturunan dominan
dan resesif pada F3 dengan perbandingan 3 dominan : 1 resesif. Karakter
kombinasi pada F3 selalu menghasilkan perbandingan karakter pada
generasi F2, yaitu 1 dominan murni, 2 campuran dan 1 resesif murni.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kombinasi perbandingan
angka karakter di atas dikendalikan oleh satu unit pewaris karakter yang
dikenal dengan istilah gen. Untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan ilustrasi berikut.
Generasi induk (P)
P1 memiliki sifat biji bulat = BB
P2 memiliki sifat biji kisut = bb
Persilangan P1 dan P2 = BB x bb
Menghasilkan keturunan yang disebut F1 dengan genotif Bb dan penotif biji bulat. Selanjutnya F1 disilangkan sesama F1:
Bb X Bb
Akan dihasilkan keturunan (F2) dengan pola genotif sebagai berikut: BB, Bb, Bb dan bb. Atau dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pola genotif F2 adalah 1 dominan murni : 2 dominan campuran : 1 resesif murni ( 1 : 2 : 1)
Pola penotif F2 adalah 3 biji bulat : 1 biji kisut.
Berdasarkan
hasil penelitian dengan mengamati hasil persilangan ke tujuh karakter
ercis ini secara berulang-ulang, Mendel kemudian mengeluarkan Hukum atau
dalil segergasinya yang dikenal dengan Hukum Mendel I. Adapun bunyi
Hukum Mendel I ini adalah:
“Hibrid
F1, yang menghasilkan satu atau dua karakter biji berbeda, separuhnya
akan berkarakter seperti F1, sedangkan separuh lainnya tetap membentuk
keturunan yang menerima karakter dominan atau resesif, masing-masing
dalam jumlah yang seimbang.”
b. Hukum Mendel II (Segregasi Dihibrida)
Pada
penelitian selanjutnya, mendel mencoba mengamati pewarisan karakter
pada dua sifat yang berbeda. Caranya lebih kurang sama dengan percobaan
pada segregasi monohibrid. Yaitu dua tanaman induk murni yang memiliki
dua sifat berbeda disilangkan. Kemudian diamati masing-masing karakter
yang muncul pada generasi F1, F2 dan F3.
Contoh pesilangan pada ercis berbiji bulat berwarna kuning disilangkan dengan tanaman ercis berbiji kisut berwarna hijau.
P1xp2 = AABB x aabb
Pada F1 akan muncul tanaman dengan genotif AaBb dan penotif (sifat yang tampak) tanaman ercis berbiji bulat berwarna hijau.
Kemudian
F1 disilangkan dengan sesamanya, karakter yang muncul pada generasi F2
akan mengikuti pola distribusi 9 : 3 : 3 : 1, yaitu:
9 ganda dominan (AABB)
3 resesif dominan (aAbB)
3 dominan resesif (AaBb)
1 ganda resesif (aabb)
Berdasarkan
data-data dari percobaan kedua ini, Mendel kemudian mengeluarkan dalil
atau hukumnya yang kedua. Hukum ini kemudian dipopulerkan dengan sebutan
Hukum Mendel II atau Hukum Segregasi Dihibrida. Adapun bunyinya adalah
sebagai berikut:
“Bila
suatu tanaman hibrida memiliki beberapa karakter disilangkan, maka
turunan tersebut akan menghasilkan seri kombinasi karakter yang
berpasangan. Pada turunan berikutnya, masing-masing pasangan karakter
tersebut ternyata bermunculan secara bebas dari pasangan karakter
induknya.” Hukum Mendel I dan II ini tersebut merupakan fondasi awal perjalanan ilmu genetika modern. Tidak terkecuali pada perkembangan ilmu genetika tumbuhan.